BATAM, iNewsBatam.id - Penerapan Fuel Card 5.0 BBM bersubsidi jenis Pertalite di Kota Batam, Kepulauan Riau setelah kebijakan ini menuai polemik dan dinilai membingungkan publik.
Fuel Card 5.0 yang merupakan produk kebijakan dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Batam ini dinilai menyamai program yang dirilis Pertamina yakni Subsidi Tepat Sasaran melalui MyPertamina.
Selain itu, para pengguna Fuel Card 5.0 juga dibebankan biaya pendaftaran melalui bank yang ditunjuk oleh Disperindag Batam.
"Kami hentikan sementara dulu. Kami tidak mau ada polemik terus menerus terkait Fuel Card ini," ujar Gustian Riau, Kepala Disperindag Batam, Sabtu (25/1/2025).
Penundaan ini diambil guna meredam respons dan tanggapan yang timbul sampai saat ini. Meskipun program ini sudah menarik perhatian dari pusat dan daerah lain, dalam memastikan BBM bersubsidi tepat sasaran.
"Hal yang memicu keresahan masyarakat akan kami respon dengan baik. Penyebarluasan informasi mendetail mengenai fuel card ini akan kami gencarkan kembali," kata dia.
Ia menambahkan fuel card ini bertujuan untuk memastikan BBM bersubsidi tepat sasaran. Fuel card merupakan program daerah.
"Kami ingin memastikan pengguna BBM bersubsidi adalah kendaraan yang tepat. Kalau QR MyPertamina itu program nasional yang mendata jumlah kendaraan secara nasional yang menggunakan pertalite," kata Gustian.
Terkait fungsi QR MyPertamina, Gustian bahkan menyebut tidak mengatur tentang pembatasan kuota, akan tetapi lebih kepada pendataan kendaraan saja. Sehingga fungsi pengendalian belum optimal, dan masih memungkinkan terjadi penyelewengan dan kebocoran.
"Sehingga fuel card hadir untuk memastikan BBM tepat sasaran, dan meminimalisir terjadinya penyelewengan. Tidak ada tujuan kami memberatkan. Kami hanya ingin daerah kita ini bisa menerima BBM bersubsidi tepat sasaran," ujarnya.
Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Batam secara tegas menolak pemberlakuan Fuel Card 5.0 ini.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kota Batam, Ahmad Surya menjelaskan, penolakan tersebut dilatarbelakangi sejumlah alasan mendasar.
“Kami menilai tidak ada payung hukum yang melandasi penerapan kartu fuel card ini. Hal ini rawan menimbulkan persoalan legalitas di masa depan,” katanya.
Surya juga menilai penerapan fuel card tidak efektif dan tidak memberikan solusi konkret terhadap persoalan pelayanan publik di Batam. Sebaliknya, kebijakan tersebut justru berpotensi menambah kerumitan administrasi tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Anggota Komisi II DPRD Kota Batam, Setia Putra Tarigan, menyoroti dampak finansial yang akan ditanggung masyarakat akibat kebijakan ini.
Menurutnya, masyarakat diwajibkan membayar pajak sebesar Rp 25 ribu setiap bulan untuk penggunaan kartu tersebut, yang dianggap menjadi beban tambahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Jumlah ini mungkin terlihat kecil, tetapi bagi sebagian masyarakat kurang mampu, angka ini tetap menjadi beban tambahan yang memberatkan,” ujarnya.
Editor : S. Widodo