Digitalisasi QRIS di Belakangpadang Bangkitkan Peluang Baru UMKM Pulau Terluar
BATAM, iNewsBatam.id - Di Belakangpadang, sebuah pulau terluar yang sejak lama mengandalkan transaksi tunai dan aktivitas ekonomi sederhana, arus perubahan mulai terasa. Di dermaga, di pasar, hingga di gerobak-gerobak makanan, sebuah kebiasaan baru perlahan tumbuh. Namanya QRIS.
Teknologi pembayaran digital ini sebelumnya hanya akrab di pusat kota. Kini, ia mulai menyentuh kehidupan warga di pulau yang berhadapan langsung dengan Singapura itu.
QRIS bukan hanya hadir sebagai alat bayar, tetapi sebagai jembatan yang mempertemukan pedagang kecil dengan peluang ekonomi yang lebih luas, termasuk wisatawan mancanegara.
Malam itu, Bu Iin tengah meracik kuah pempek di balik gerobaknya. Kotak kaleng kecil yang dulu menjadi tempat menyimpan uang kini kosong. Di depannya, sebuah kode QR laminasi sederhana menggantikan peran brankas.
“Dulu saya simpan uang di kaleng. Sekarang tinggal tempel QR, orang bayar pakai ponsel. Lebih aman, lebih cepat,” ujarnya sambil terkekeh.
Ia membayangkan turis Singapura membeli pempeknya tanpa perlu menukar uang.
“Nanti tinggal tap saja. Nggak perlu tukar duit lagi,” katanya tersenyum.
Cerita Bu Iin hanyalah satu potret dari gelombang digitalisasi yang kini menjangkau pulau-pulau terluar Kepri.
Bank Indonesia (BI) Kepri melalui Program Berlayar memastikan teknologi keuangan tidak hanya tumbuh di pusat kota, tetapi hadir juga di wilayah yang selama ini luput dari modernisasi.
Perubahan itu turut dirasakan Sekar, wisatawan lokal yang rutin menyeberang ke Belakangpadang untuk berburu kuliner.
“Biasanya mesti bawa cash banyak. Kalau sudah ada QRIS, tinggal tap-tap aja,” katanya.
Deputi Kepala BI Kepri, Ardhienus, mengatakan QRIS membawa peluang baru bagi penduduk pulau.
“QRIS bukan hanya alat pembayaran, tapi jembatan peluang bagi warga,” ucapnya.
Data BI Kepri memperlihatkan tren menggembirakan. Hingga September 2025, volume transaksi QRIS mencapai 64,94 juta transaksi dengan nilai Rp7,71 triliun, melonjak 181,93% dibanding tahun sebelumnya.
Merchant QRIS pun menembus 653.192, didominasi UMKM. Sementara pengguna tercatat sebanyak 552.780 orang.
“Ini menandakan masyarakat semakin nyaman bertransaksi digital,” ujar Kepala BI Kepri, Rony Widijarto.
Yang tak kalah menarik adalah meningkatnya transaksi lintas-batas. Fitur Cross Border QRIS memungkinkan wisatawan dari Singapura dan Malaysia membayar langsung menggunakan aplikasi negara mereka.
Wisman Malaysia, volume dan nominal transaksi QRIS inbound sebesar Rp28,79 miliar dengan 97.780 transaksi. Angka tersebut meningkat dari tahun 2024 sebesar Rp7,86 miliar dengan 30.009 transaksi.
Sementara, pelancong Thailand, volume dan nominal transaksi QRIS inbound sebesar Rp188,77 juta dari 728 transaksi. Capaian tersebut meningkat pesat dari tahun 2024, yang nominalnya hanya Rp23,53 juta dari 627 transaksi.
Sedangkan dari negeri jiran terdekat yakni Singapura, volume dan nominal transaksi QRIS inbound tercatat sebesar Rp6,02 miliar dari 17.630 transaksi. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,87 miliar dari 5.635 transaksi.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa QRIS tidak hanya mengubah cara orang membayar, tetapi juga membuka alur ekonomi baru yang menyentuh pelaku usaha paling kecil sekalipun.
Angka ini menunjukkan bahwa transaksi digital telah menembus batas negara dan memberi manfaat langsung hingga ke level pedagang kecil.
Di warung kopi dekat pelabuhan, para nelayan kini penasaran bagaimana pembayaran digital dapat membantu mereka.
Beberapa anak muda menjadi “mentor teknologi” bagi orang tua mereka, mengajari cara mengecek saldo hingga membaca laporan transaksi.
BI Kepri menemukan sebagian pedagang sebenarnya sudah memiliki QRIS, tetapi belum memahami penggunaannya. Karena itu, edukasi lapangan gencar dilakukan agar QRIS tidak berhenti sebagai stiker di meja, tetapi menjadi alat yang benar-benar membantu roda ekonomi.
“Yang penting masyarakat merasa teknologi itu dekat, bukan menakutkan,” kata Ardhienus.
Belakangpadang kini berada di titik persimpangan. Ia tetap pulau yang hidup dari laut, dari tradisi, dari gerobak-gerobak makanan. Namun masa depan perlahan menyapa melalui sinyal digital dan satu kotak QR kecil.
Di pulau yang memandang lampu Singapura dari kejauhan, QRIS menjadi simbol bahwa modernisasi tidak harus datang dengan gebrakan besar.
Kadang ia dimulai dari hal sederhana: dari pedagang yang tak lagi takut kehilangan uang tunai, dari wisatawan yang tak perlu menukar mata uang, hingga nelayan yang tak harus membawa uang tunai pulang.
Dan di sebuah warung pempek yang sederhana, masa depan itu mulai menyala
Editor : Gusti Yennosa