BATAM, iNewsBatam.id - Kota Batam di Kepulauan Riau, yang dikenal sebagai pusat industri dan belakangan ini juga sebagai destinasi pariwisata, menarik banyak perantau dari berbagai daerah di Indonesia. Namun, di balik daya tariknya, Batam juga menghadapi tantangan terkait kesehatan mental.
Menurut data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Batam, terdapat 952 orang yang mengalami gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia dan psikotik akut.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Kota Batam, drg. Anna Hashina, mengungkapkan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa ini adalah individu dalam usia produktif.
"Kebanyakan penderita ODGJ di Batam adalah mereka yang masih dalam usia produktif," kata drg. Anna Hashina pada Jumat (9/8/2024).
Dinkes Batam telah memberikan pelayanan kepada para penderita gangguan jiwa ini, yang mayoritas adalah pria. Beberapa tempat penanganan yang tersedia termasuk Yayasan Al Fateh dan Yayasan Kasih-Kasihan di Teluk Mata Ikan Nongsa.
Di kedua yayasan ini, terdapat 38 penderita yang dipasung, bukan dengan pengikat kaki, tetapi dengan ditempatkan di ruangan khusus.
Selain yayasan-yayasan tersebut, beberapa rumah sakit di Batam juga menyediakan layanan rawat inap dan pengobatan untuk penderita gangguan jiwa, seperti RS BP Batam, RSUD Embung Fatimah, RS Soedarsono Darmosoewito, dan RS Bhayangkara.
Faktor penyebab gangguan jiwa ini meliputi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), bullying, serta dampak dari penyalahgunaan narkoba. Faktor ekonomi juga sering menjadi penyebab utama.
Pemkot Batam telah melakukan upaya pencegahan dan pendeteksian dini dengan membentuk Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) yang melibatkan petugas kesehatan, Dinas Sosial, serta Satpol PP. Tim ini juga melakukan skrining kesehatan jiwa di sekolah-sekolah, OPD, dan perusahaan swasta untuk mengurangi risiko depresi.
Pada tahun 2024, Tim TPKJM menargetkan melayani 1.149 orang, mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 1.505 orang.
"Tahun ini kami menargetkan jumlah layanan yang lebih sedikit dibandingkan tahun lalu," pungkas drg. Anna Hashina.
Editor : Gusti Yennosa