Digitalisasi QRIS di Belakangpadang Bangkitkan Peluang Baru UMKM Pulau Terluar
Data BI Kepri memperlihatkan tren menggembirakan. Hingga September 2025, volume transaksi QRIS mencapai 64,94 juta transaksi dengan nilai Rp7,71 triliun, melonjak 181,93% dibanding tahun sebelumnya.
Merchant QRIS pun menembus 653.192, didominasi UMKM. Sementara pengguna tercatat sebanyak 552.780 orang.
“Ini menandakan masyarakat semakin nyaman bertransaksi digital,” ujar Kepala BI Kepri, Rony Widijarto.
Yang tak kalah menarik adalah meningkatnya transaksi lintas-batas. Fitur Cross Border QRIS memungkinkan wisatawan dari Singapura dan Malaysia membayar langsung menggunakan aplikasi negara mereka.
Wisman Malaysia, volume dan nominal transaksi QRIS inbound sebesar Rp28,79 miliar dengan 97.780 transaksi. Angka tersebut meningkat dari tahun 2024 sebesar Rp7,86 miliar dengan 30.009 transaksi.
Sementara, pelancong Thailand, volume dan nominal transaksi QRIS inbound sebesar Rp188,77 juta dari 728 transaksi. Capaian tersebut meningkat pesat dari tahun 2024, yang nominalnya hanya Rp23,53 juta dari 627 transaksi.
Sedangkan dari negeri jiran terdekat yakni Singapura, volume dan nominal transaksi QRIS inbound tercatat sebesar Rp6,02 miliar dari 17.630 transaksi. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,87 miliar dari 5.635 transaksi.
Peningkatan ini menunjukkan bahwa QRIS tidak hanya mengubah cara orang membayar, tetapi juga membuka alur ekonomi baru yang menyentuh pelaku usaha paling kecil sekalipun.
Angka ini menunjukkan bahwa transaksi digital telah menembus batas negara dan memberi manfaat langsung hingga ke level pedagang kecil.
Di warung kopi dekat pelabuhan, para nelayan kini penasaran bagaimana pembayaran digital dapat membantu mereka.
Beberapa anak muda menjadi “mentor teknologi” bagi orang tua mereka, mengajari cara mengecek saldo hingga membaca laporan transaksi.
BI Kepri menemukan sebagian pedagang sebenarnya sudah memiliki QRIS, tetapi belum memahami penggunaannya. Karena itu, edukasi lapangan gencar dilakukan agar QRIS tidak berhenti sebagai stiker di meja, tetapi menjadi alat yang benar-benar membantu roda ekonomi.
“Yang penting masyarakat merasa teknologi itu dekat, bukan menakutkan,” kata Ardhienus.
Editor : Gusti Yennosa