Tantangan Kedaulatan Negara Indonesia Hadapi Konflik Laut China Selatan

Alfie Al Rasyid
Penindakan oleh aparat TNI Angkatan Laut terhadap kapal nelayan asing yang beroperasi secara ilegal di Laut Natuna Utara. (Foto: Alfie/iNewsBatam.id)

LAUT China Selatan merupakan salah satu kawasan maritim paling strategis. Kawasan ini diperebutkan oleh berbagai negara.

Bukan hanya sekadar jalur perdagangan yang sibuk, namun Laut China Selatan juga memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas.

Konflik di Laut China Selatan menjadi ancaman terhadap kedaulatan negara Indonesia. Banyak negara di Asia seperti China, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan mengklaim kawasan itu bagian dari wilayahnya.

Terutama klaim sepihak China atas sembilan garis putus-putus (Nine Dash Line) yang mencakup hampir seluruh Laut China Selatan. Sehingga Nine Dash Line di peta Laut China Selatan menjadi ancaman bagi Laut Natuna Utara.

Hal tersebut lantaran perairan di sekitar Natuna merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia yang diakui secara internasional. Natuna yang terletak di ujung utara Indonesia selalu dihadapi oleh ketegangan dan ancaman terhadap kedaulatan negara Indonesia.

Ancaman itu dirasakan oleh para nelayan Natuna yang acap kali melihat kegiatan ilegal kapal penjaga pantai (coast guard) dan Kapal Ikan Asing (KIA). Kapal-kapal ilegal itu selalu memenuhi Laut Natuna Utara.

Laksamana Muda TNI (Purn) Suprianto Irawan yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut, pernah menyebut, ada ribuan kapal asing termasuk milik Vietnam dan China yang masuk perairan Natuna Utara dekat Laut China Selatan. Ribuan kapal tidak terdeteksi radar dan hanya terlihat dengan pantauan mata.

"Kalau kita lihat di pantauan radar atau dari Puskodal kami, sampai saat ini di daerah overlapping itu masih ada kapal-kapal Vietnam, pantauan radar, termasuk kapal-kapal coast guard China," kata Irawan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (13/09/2021).

Pada rapat itu, dia mengungkap sejumlah hambatan Bakamla dalam menjaga perbatasan. Salah satunya, persoalan sarana dan prasarana.

Menurutnya, Bakamla hanya memiliki 10 kapal tapi tidak memiliki armada untuk pemantauan udara. Mereka biasanya meminjam kepada TNI AL atau pun menyewa saat butuh pemantauan udara.

Sehingga, akibat pengawasan Bakamla yang kurang optimal lantaran keterbatasan armada, tidak sedikit kapal asing memasuki perairan Indonesia. Termasuk kapal coast guard China dan KIA yang selalu memenuhi Laut Natuna Utara.



Editor : Gusti Yennosa

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3 4

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network