BATAM, iNewsBatam.id - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Batam melaporkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam ke Polresta Barelang terkait dugaan korupsi dalam proses lelang tender logistik Pemilu dan Pilkada 2024.
Ketua Pengurus Cabang PMII Kota Batam, Riyan Prayogi, mengatakan bahwa terdapat tiga poin utama dalam laporan yang dilayangkan ke Polresta Barelang.
"Laporan ini kami ajukan karena adanya indikasi kuat penyalahgunaan wewenang yang melibatkan oknum di Sekretariat KPU Batam," ujarnya, Selasa (26/11/2024).
Poin pertama yang dilaporkan adalah dugaan manipulasi atau mark-up harga pada tender jasa pengangkutan logistik. Diketahui, PT Pos Indonesia sebagai pemenang tender distribusi logistik Pemilu 2024 pada Februari lalu, memasukkan harga sebesar Rp12 ribu per paket. Namun, pada tender Pilkada 2024 pada November, PT Pos Indonesia kembali memenangkan tender dengan harga Rp28 ribu per paket.
"Kenaikan biaya logistik ini tidak sebanding dengan perubahan harga minyak. Kenaikan hingga ratusan persen ini sangat janggal," ungkapnya.
Poin kedua berkaitan dengan potensi kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam proses lelang. Riyan mengungkapkan, pada tender Februari 2024, PT Persero Batam menawarkan harga Rp3,34 miliar, sementara PT Pos Indonesia menawarkan Rp3,46 miliar.
Meskipun terdapat selisih sekitar Rp115 juta, PT Pos Indonesia tetap memenangkan tender. Hal serupa terjadi pada tender November 2024, dengan selisih harga yang jauh lebih besar.
"Tender dimenangkan PT Pos Indonesia meskipun menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan PT Persero Batam. Ini menimbulkan kecurigaan adanya potensi KKN," ujarnya.
Selain itu, Riyan mempertanyakan perbedaan metode perhitungan dalam proses tender. PT Persero Batam menggunakan hitungan volume dalam meter kubik (m3), sesuai ketentuan dalam surat edaran tender, sementara PT Pos Indonesia menggunakan kilogram (Kg).
"Dari mana PT Pos mendapat data kilogram jika tidak ada komunikasi sepihak dengan penyelenggara?" tanyanya.
Poin terakhir yang disoroti adalah dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum KPU yang mengkoordinasi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) untuk mendistribusikan logistik.
Menurut Riyan, pemenang tender yakni PT Pos Indonesia seharusnya bertanggung jawab penuh atas distribusi logistik. Namun, yang terjadi adalah PPK yang ditugaskan untuk mendistribusikan logistik.
"PT Pos hanya mengawasi dan mengumpulkan dokumentasi, sementara distribusi dilakukan oleh PPK. Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai peran oknum KPU dalam proses tersebut," ujarnya.
PMII Batam juga menyoroti ketimpangan dalam pembayaran upah distribusi logistik kepada PPK.
"PPK hanya menerima upah sekitar Rp200 ribu di TPS mainland dan Rp600 ribu di TPS hinterland. Dengan total 1.821 TPS di Batam, dana yang terserap hanya sekitar Rp364 juta, sedangkan keuntungan mencapai Rp1,3 miliar," jelasnya.
PMII Batam menegaskan bahwa laporan ini merupakan bagian dari upaya pemberantasan korupsi di Batam. "Kami ingin memastikan tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi, khususnya di lembaga KPU Batam," katanya.
Terpisah, Ketua KPU Kota Batam Mawardi membenarkan adanya laporan yang ditujukan kepada institusinya.
"Benar itu sudah ada laporannya, tapi itu ditujukan kepada Sekretariat KPU Batam," katanya.
Mawardi menjelaskan, pengadaan tender logistik tersebut merupakan tanggung jawab Sekretariat KPU Batam dan bukan tanggung jawab dari lima komisioner.
"Karena yang mengurus tender itu Sekretariat. Kalau kami komisioner saat ini fokus untuk melakukan persiapan hari H pencoblosan," pungkasnya.
Editor : Gusti Yennosa
Artikel Terkait