BATAM, iNewsBatam.id - Perempuan mungil berhijab itu terdengar antusias berbicara. Nafasnya terengah-engah dengan logat khas daerah.
Suaranya menggelegar di dalam ruangan pada pagi itu. Seluruh tamu yang terlihat ngantuk, jadi semangat mendengarkan pengalamannya.
Perempuan bernama Maryamah. Dia lahir di Tanjung Kumbik, sebuah wilayah kecil di Natuna, yang tak banyak orang tahu.
Di balik posturnya yang mungil, ia menyimpan energi dan semangat yang meluap meski sudah berusia tahun 39 tahun.
Dia memiliki kisah yang dituangkan dalam buku Srikandi Mengawasi, Kisah Perempuan Pengawas Pemilu dalam Mengawasi Pemilu 2024 yang dibedah di Batam pada Selasa (12/8/2025).
Perempuan yang menjabat sebagai Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kepulauan Riau itu menjadi salah satu penulis dari 30 perempuan pengawas pemilu di Indonesia.
Ada tiga kisah yang melekat di ingatannya untuk diceritakan selama bertugas menjadi penyelenggara pemilu di tingkat kota. Bukan sekadar cerita biasa, tapi potongan pengalaman yang penuh risiko, adrenalin, sekaligus pembuktian bahwa perempuan tidak selalu identik dengan kelemahan.
Salah satu kisahnya terjadi saat penurunan alat peraga kampanye di satu daerah. Proses itu tiba-tiba diwarnai keributan karena ada pihak yang menolak, bahkan dalam keadaan mabuk.
"Untung kau perempuan, kalau tidak, aku sikat," begitu ucapan pria mabuk yang masih diingat oleh Maryamah.
Bagi Maryamah, kalimat itu menunjukkan masih ada anggapan bahwa perempuan lemah, padahal ia melihat justru sebagai keberuntungan yang harus dihadapi dengan sikap tegas.
Pengalaman lain yang ia angkat adalah dugaan politik uang di sebuah daerah. Saksi yang seharusnya memberi keterangan tak kunjung datang meski sudah dipanggil berkali-kali.
Maryamah dan tim memutuskan untuk mendatangi langsung saksi tersebut. Namun, perjalanan mereka diwarnai ketegangan ketika mobil mereka diikuti, dihentikan, dan diadang oleh empat orang sambil mengeluarkan kata-kata kasar dan membawa balok.
"Kami akhirnya memutuskan mundur, demi keselamatan. Tapi bukan berarti kami gentar," tegas Maryamah.
Tak berhenti di situ, Maryamah juga pernah menghadapi perbuatan tidak menyenangkan dari seorang oknum pasangan calon. Di depan banyak orang, ia dituding hanya mencari kesalahan.
Saat itu ia bisa saja mengungkap kejadian tersebut ke media, tapi memilih menahan diri. Bukan karena lemah, melainkan demi menjaga suasana pemilu agar tetap aman dan damai.
Lewat bukunya, Maryamah ingin berbagi pengalaman. Ia berharap kisah-kisah itu dapat menjadi pijakan lahirnya regulasi yang lebih berpihak pada perempuan, terutama di medan tugas yang penuh risiko seperti pengawasan pemilu.
"Kalau ada regulasi yang kurang mendukung perempuan selama ini, semoga ke depan bisa lebih baik. Tidak ada lagi kesenjangan gender," ucapnya.
Maryamah membuktikan bahwa keberanian tak mengenal jenis kelamin. Baginya, menjadi perempuan di garis depan pengawasan pemilu adalah soal tanggung jawab, keteguhan hati, dan keyakinan bahwa demokrasi yang sehat lahir dari mereka yang berani menjaga.
Sub Koordinator Pemberitaan dan Publikasi Bawaslu RI, Hario Sudrajat menilai acara ini sebagai bentuk penghargaan bagi kontribusi perempuan di bidang pengawasan pemilu.
"Perempuan bukan hanya pemilih, tetapi juga penggerak, pelopor dan pengawas demokrasi," tegasnya.
Dia menjelaskan, buku Srikandi Mengawasi Pemilu ini merupakan kumpulan kisah nyata 30 perempuan pengawas pemilu di seluruh Indonesia.
Buku ini menjadi refleksi sekaligus apresiasi peran penting perempuan dalam pengawasan pemilu.
"Tujuannya untuk membagikan nilai dan pengalaman serta mengapresiasi dan membangun kesadaran kritis serta mendorong partisipasi perempuan dalam pelaksanaan pemilu," katanya.
Ketua Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau, Zulhadril Putra, mengaku bangga lantaran Batam dipilih sebagai lokasi kegiatan ini.
"Suatu kehormatan bagi kami. Terima kasih kepada Bawaslu RI," ungkapnya.
Editor : Gusti Yennosa
Artikel Terkait