JAKARTA , iNews.id - Awal tahun 2022 menjadi ajang mempersolek diri atau melakukan pencitraan demi memperkenalkan diri dan pemikirannya serta demi menaikkan elektabilitas para tokoh yang berpeluang berkontestasi dalam Pilpres 2024.
Salah satu sarana mempersolek diri melalui media sosial. Bagi mereka yang punya jabatan politik, tentu lebih mudah untuk tampil di media melalui berbagai macam pemberitaan.
Di sisi lain, mereka yang bukan pejabat publik juga memakai cara lain untuk bisa memperkenalkan diri ke publik, misal turun langsung ke masyarakat atau melalui kanal media sosial mereka masing-masing.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan misalnya. Pria yang namanya seringkali masuk bursa capres di sejumlah survei itu makin sering menampilkan kegiatannya di media sosial. Bahkan, kini Anies Baswedan punya kanal YouTube sebagai wadah bercerita terkait program di DKI.
Sementara itu, Puan Maharani yang terus berjuang menaikkan popularitas dan elektabilitasnya melalui beragam cara seperti baliho hingga goodie bag bergambar dirinya yang berisi sembako. Selain itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga dikenal aktif di media sosial.
Bahkan, Ganjar sering mengikuti tren anak muda. Apa yang tengah digandrungi anak muda juga diperhatikan Ganjar. Misalnya, di sela Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Papua beberapa bulan lalu, Ganjar menyempatkan diri bertemu dan berbincang dengan grup musik hip-hop asal Kota Jayapura, Shine of Black (SOB) yang terkenal dengan lagu berjudul "Jang Ganggu".
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga aktif di media sosial. Pria yang akrab disapa Emil ini juga memperhatikan betul apa yang sedang digandrungi masyarakat kebanyakan. Bahkan, Ridwan Kamil sempat memberikan batik karyanya kepada dua personel boy band asal Korea Selatan Super Junior (Suju).
Sontak, batik dari Ridwan Kamil yang di-posting personel Suju itu membuat geger pecinta hiburan Korea atau K-Popers. Kemudian, Menteri BUMN Erick Thohir yang wajahnya dijumpai di setiap layar mesin ATM Himpunan Bank Milik Negara.
Erick Thohir juga rajin ke beberapa daerah membantu membangun fasilitas umum masyarakat bersama Yayasan Erick Thohir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang juga sebagai Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto beberapa bulan lalu juga rajin safari politik. Wajahnya juga banyak dijumpai di billboard atau spanduk beberapa daerah.
Lalu, seberapa efektifkah kampanye dua tahun jelang Pilpres 2024? Apa saja yang mesti dilakukan para capres demi terus menaikkan popularitas dan elektabilitasnya?
"Para tokoh yang berminat maupun berpeluang menjadi kontestan Pilpres 2024 pasti akan meningkatkan secara lebih masif dan sistematis berbagai upaya mereka untuk membujuk para pemilih," kata Direktur Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan kepada MPI, Rabu (5/1/2022).
Dia menambahkan, selain waktunya sudah makin dekat, yakni hanya dua tahun menjelang pelaksanaan pemilu tersebut, minimal ada tiga alasan pokok mengapa para calon kontestan ini akan semakin masif bersosialisasi.
Pertama, kata dia, dari sudut pandang bakal calon pilpres untuk terpilih rumusnya tetap tiga kunci: popularitas, likeabilitas (kedisukaan), dan elektabilitas (kedipilihan).
Dia menuturkan, bagi calon yang popularitasnya sudah penuh atau hampir seratus persen seperti Prabowo Subianto, maka fokusnya pada likeabilitas dan elektabilitas.
Dia melanjutkan, bakal calon yang popularitasnya belum penuh seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Khofifah Indar Parawansa, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, dan lain-lain akan fokus pada ketiga-tiganya.
"Dan itu harus dilakukan di seluruh Indonesia, tidak bisa hanya fokus pada daerah tertentu, meskipun wilayah pada pemilih seperti Jawa. Waktu dua tahun, sebetulnya tidak begitu panjang untuk upaya-upaya sosialisasi politik semacam ini," tuturnya.
Sementara alasan kedua, kata dia, yang akan menyaring dan mencalonkan adalah partai-partai politik. Menurut dia, salah satu kepentingan utama partai-partai adalah memastikan calon yang mereka usung atau dukung, kalau bisa memberi dampak positif bagi perolehan suara partai di pemilu legislatif.
Artinya, lanjut dia, akan ada dorongan dua arah untuk para bakal calon untuk makin masif melakukan sosialisasi.
"Dari sudut pandang para calon konstestan, ada kebutuhan partai untuk meyakinkan partai bahwa merekalah yang punya elektabilitas paling potensial. Dari sudah partai-partai, mereka berkepentingan untuk mendorong nama-nama yang mereka proyeksikan dan kemungkinan peluangnya," imbuhnya.
Alasan ketiga, dia mengatakan sampai hari ini data elektabilitas sementara menunjukkan bahwa belum ada bakal calon yang dominan, misalnya memiliki dukungan solid (top of mind atau semi terbuka) minimal 35 persenan.
"Maka peluang masih terbuka bagi semua yang berminat untuk nyapres maupun nyawapres. Ini artinya sosialisasi bukan hanya akan makin masif, tapi juga makin ramai," jelasnya.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta