Atas penolakan itu, tim kuasa hukum ini telah menyiapkan "senjata" untuk proses sidang pembuktiaan nantinya. Dimana pihaknya memiliki bukti kuat kepemilikan lahan tersebut, dengan bukti sertifikat yang masih sah milik PT ECD.
"Kami akan siapkan semua bukti-bukti dokumen, termasuk sertifikat. Kami juga mengapresiasi BPN yang tak langsung membatalkan sertifikat kami, karena masih ada upaya hukum," tegas Daud.
Dijelaskan Daud, dalam kasus ini kliennya merasa sangat dirugikan. Sebab tanah yang dibeli sejak tahun 2012 melalui BP Batam tiba-tiba diambil kembali dengan tidak "profesional". Dimana Pengalokasian Lahan (PL) dari BP Batam untuk PT ECD keluar tahun 2012 , yang diikuti dengan status WTO hingga tahun 2042.
"Tanah dibeli klien kami 2012, namun perjanjian di 2012. Hal itu ditandai dengan keluarnya PL, SPPL, SKPL dan WTO. Kemudian untuk Cut n Fill keluar Bulan Desember tahun 2013," ujarnya.
Sebelum pembangunan, PT ECD melakukan berbagai pengurusan izin, termasuk IMB yang baru keluar Mei 2019.
Meski IMB sudah keluar, PT ECD tak langsung melakukan pembangunan, hingga di tahun 2020 mendatangi BP Batam untuk melakukan kordinasi dalam rangka untuk melakukan pembangunan dalam kondisi Pandemi Covid 19.
"Saat kami berkordinasi ini, kami baru menerima kalau pihak kami telah diterbitkan Sp1, SP2 dan SP3 pada tahun 2017. Dan hal itu tak kami ketahui sama sekali," tegasnya.
Editor : Johan Utoyo