BATAM, iNewsBatam.id - Peristiwa dibuangnya 16 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural oleh mafia penyelundupan di pulau tak berpenghuni Tanjung Acang, Batam, Kepulauan Riau membuka mata bahwa praktik perdagangan manusia masih terjadi.
Aktivis kemanusiaan, RD Paschalis Saturnus Esong menilai hal ini terjadi lantaran penanganan sindikat mafia penyelundupan pekerja migran ini tidak pernah menyentuh akar masalah.
"Dibuang di tengah laut seperti itu adalah modus operandi, dan ini bukan pertama kali terjadi, sudah beberapa kali kejadian serupa terjadi," kata Paschalis, Rabu (22/5/2024).
Dia menilai peristiwa ini sebagai implikasi sistemik dari gagalnya kebijakan perlindungan buruh migran tidak berdokumen di Malaysia yang tidak ramah dan diskriminatif terhadap mereka.
"Gagalnya kebijakan tersebut membuka peluang bagi mafia penyelundup untuk meraup keuntungan dari orang-orang yang ingin bekerja ke luar negeri tanpa prosedur resmi," ujar pria yang akrab disapa Romo Paschal ini.
"Pihak berwajib juga tidak pernah serius mencari siapa dalang di balik peristiwa ini. Para pelaku, pemilik modal, pembeking, dan semua yang terlibat tidak pernah tuntas dipidanakan, sehingga kejahatan ini selalu berkembang biak bahkan dipelihara," tambahnya.
Paschalis menambahkan, di Kepulauan Riau ini tidaklah kekurangan aparat. Namun, beberapa kasus penyelundupan di Batam, katanya, tidak pernah tuntas dicari pelakunya, seperti yang terjadi dalam kasus-kasus sebelumnya.
Seperti diketahui, 16 PMI non-prosedural diturunkan di tengah laut oleh operator perahu yang membawa mereka masuk ke Indonesia secara ilegal dari Malaysia pada Selasa (21/5/2024) dini hari kemarin.
Mereka dipaksa berenang ke pulau kosong terdekat dengan dijanjikan akan dijemput untuk kemudian dipulangkan ke kampung halaman.
Namun hingga matahari terbit, mereka tak kunjung dijemput. Keberadaan mereka di pulau kosong tersebut diketahui warga yang tengah beraktivitas di perairan hingga dilaporkan ke aparat terkait untuk dievakuasi.
Editor : Gusti Yennosa