get app
inews
Aa Text
Read Next : Sidang 11 Eks Personel Satnarkoba Polresta Barelang Ditunda, Ini Alasannya

Jaksa Ungkap Permufakatan Jahat 12 Terdakwa Gelapkan Barang Bukti Narkoba

Kamis, 30 Januari 2025 | 19:29 WIB
header img
Para terdakwa kasus penyelewengan barang bukti narkoba mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Negeri Batam. (Foto: Abdul Kholiq/iNewsBatam.id)

BATAM, iNewsBatam.id - Jaksa dari Kejaksaan Negeri Batam dan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau mengungkap upaya permufakatan jahat 12 terdakwa penggelapan barang bukti narkoba.

Hal ini terungkap dalam sidang perdana yang dipimpin ketua majelis hakim Tiwik dan hakim pendamping Douglas Napitupulu serta Andi Bayu di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (30/1/2024).

Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan terhadap ke-12 terdakwa yang terdiri dari 10 eks personel Satuan Narkoba Polresta Barelang dan dua orang sipil ini dikawal ketat aparat keamanan.

Dari surat dakwaan yang dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Kepri dan Kejari Batam, kasus dugaan penggelapan barang bukti narkotika itu terjadi dalam rentang waktu 15 Juni 2024 hingga 8 September 2024 di wilayah hukum Polresta Barelang, Batam.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Susanto Martua mengatakan terdakwa Satria Nanda (mantan Kasat Narkoba Polresta Barelang) diduga bekerja sama dengan beberapa anggotanya, termasuk terdakwa Wan Rahmat Kurniawan, Shigit Sarwo Edhi, Fadillah, Rahmadi, Aryanto, Alex Candra, Jaka Surya, Junaidi Gunawan, Ma'ruf Rambe dan dua orang warga sipil, yakni Julkifli Simanjuntak dan Azis Martua Siregar untuk menggelapkan barang bukti sabu hasil tangkapan.

Dia menjelaskan bahwa, kasus ini bermula ketika saksi Rahmadi menerima informasi dari Hendriawan (DPO) yang merupakan saudaranya mengenai rencana penyelundupan 300 kg sabu dari Malaysia.

Namun, rencana tersebut batal karena kondisi belum memungkinkan hingga pada Mei 2024, informasi baru menyebutkan bahwa jumlah narkotika yang akan masuk adalah 100 kg.


Kemudian kata dia, tim yang terdiri dari saksi Shigit Sarwo Edhi (Kanit), Fadillah, Wan Rahmat Kurniawan, dan lainnya kemudian melakukan pertemuan di One Spot Coffee, Batam, untuk membahas distribusi barang tersebut.

Dalam pertemuan itu, Hendriawan menyebutkan bahwa barang akan dikirim dari Malaysia ke Jakarta, namun menghadapi kendala transportasi dan rencana itu pun dibatalkan.

Selanjutnya pada 28 Mei 2024 Resnarkoba mendapat teguran dari Wakapolresta Barelang, karena belum berhasil mengungkap kasus besar terkait peredaran narkoba di Kota Batam setelah Ditresnarkoba Polda Kepri mengungkap kasus narkotika di Imperium.

"Ini memicu perintah dari terdakwa Satria Nanda kepada timnya untuk segera mengungkap kasus besar dalam kurun waktu dua minggu. Akibatnya, terdakwa kembali menginstruksikan agar rencana distribusi 100 kg sabu yang sebelumnya dibatalkan kembali dijalankan," katanya.

Atas perintah tersebut, terdakwa Shigit Sarwo Edhi kemudian melanjutkan perintah kepada saksi Fadillah dan Rahmadi untuk memastikan rencana berjalan sesuai skenario. Rahmadi menghubungi Hendriawan (DPO) guna memastikan apakah transaksi masih bisa dilakukan.

"Menindaklanjuti perintah dari terdakwa Satria Nanda, terdakwa lain kemudian melakukan pertemuan di One Spot Coffee, Batam membahas rencana pendistribusian sabu seberat 100 kilogram dari Malaysia," kata Martua.


Dalam pertemuan itu, terdakwa Rahmadi menanyakan kepada Fadillah mengenai besaran upah yang akan diberikan kepada saksi Hendriawan (DPO) sebagai informan. Dalam pembicaraan itu, disepakati bahwa upahnya adalah Rp 20 juta per kilogram sabu.

Martua mengatakan, sekitar dua hari setelah pertemuan di One Spot Coffee, terdakwa Fadillah dan Wan Rahmat Kurniawan menghadap terdakwa Shigit untuk meminta petunjuk terkait yang akan diberikan kepada Hendriawan.

Menindaklanjuti hal itu, kemudian terdakwa Shigit Sarwo Edhi mengambil kertas menulis informasi 100 Kg. 90 Kg realese perkara (ungkap kasus), 10 Kg disisihkan untuk bayar Hendriawan (Sl).

"Uang yang akan digunakan untuk membayar Hendriawan berasal dari pengungkapan kasus. Dari total barang bukti 100 kg yang diamankan, 90 kg akan digunakan untuk rilis perkara (ungkap kasus), 10 kg disisihkan (dijual) untuk membayar Hendriawan (Sl) dan biaya operasional," ujarnya.

Rencana ini kemudian dilaporkan kepada terdakwa Satria Nanda, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Resnarkoba Polresta Barelang. Awalnya, Satria menilai penyisihan barang bukti terlalu berisiko, tetapi kemudian menyetujui eksekusi dengan strategi tertentu.

Atas perbuatannya, lanjut Martua, Satria Nanda bersama anggotanya diduga telah melakukan permufakatan jahat dalam peredaran narkotika.

"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Para terdakwa pun terancam pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun," katanya.

Editor : S. Widodo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut