Iuran dari Cinta: Perjuangan Orang Tua Menjaga Pusat Layanan Autis Batam Tetap Hidup

Tenaga yang tersisa semakin menipis, sementara kebutuhan terus berjalan. Lima staf PLA Batam memang mengikuti seleksi PPPK. Harapan para orang tua agar mereka tetap bertugas di PLA pupus, karena setelah dinyatakan lulus, semuanya ditempatkan di luar Batam.
Konsekuensinya, jumlah anak yang bisa dilayani juga menyusut tajam. Dari semula 60 anak, kini hanya tersisa 15.
“Kalau terapi di luar bisa sampai Rp100 ribu per jam. Belum tentu cukup satu sesi. Banyak dari kami tidak mampu,” ucap Rana.
Mereka bukan tak ingin lebih. Mereka hanya mempertahankan apa yang tersisa.
Di sisi lain, pemerintah mengaku masih merumuskan pijakan hukum kelembagaan PLA. Kepala Bidang Pendidikan Khusus Dinas Pendidikan Kepri, Siti Hidayati Roma, menjelaskan bahwa PLA Batam memang belum memiliki struktur organisasi resmi.
“PLA masih dalam proses. Kita sedang usulkan peraturan gubernur untuk legalitasnya. Nanti bisa masuk ke SLB atau bidang pendidikan khusus,” kata Siti saat dihubungi via telepon.
Terkait minimnya terapis, Siti menjelaskan bahwa para staf yang selama ini mengabdi belum memiliki sertifikasi resmi.
“Mereka memang sudah terbiasa menangani anak berkebutuhan khusus. Tapi secara formal, belum memenuhi syarat. Itu juga bukan formasi dari Disdik, melainkan wewenang Dinas Kesehatan,” ujarnya.
Editor : Gusti Yennosa