Remaja Lebih Rentan Alami Kecanduan Internet
Remaja lebih rentan mengalami kecanduan internet, sehingga menyebabkan fungsi pengendalian diri seseorang menjadi ternganggu.
Hal itu juga dikemukakan oleh Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Kristiana Siste Kurnia Santi.
“Adiksi gim daring itu terjadi ketika gejala yang dialami sudah mengganggu fungsi diri dan berlangsung selama 12 bulan. Adapun fungsi diri itu seperti fungsi relasi (hubungan kerabat), pendidikan, pekerjaan, dan kegiatan rutin lainnya,” ujar Kristiana, mengutip situs web resmi Kominfo.
Dalam pengalamannya, Kristiana pernah merawat pasien berumur 18 tahun yang terancam drop out karena tidak pernah berangkat kuliah.
Ternyata diketahui penggunaan internet pemuda tersebut dalam sehari kurang lebih mencapai 18 jam. Agar bisa tetap terjaga saat bermain gim, pemuda tersebut mengonsumsi sabu dan mentamfetamin (salah dua jenis narkotika).
Dari riwayatnya pemuda tersebut memiliki gawai sejak usia enam tahun, main gim daring sejak usia 13 tahun, dan mulai kecanduan dalam usia 17 tahun.
Mengutip dari situs web Faculty of Medicine Universitas Indonesia, remaja termasuk dalam kelompok yang rentan mengalami kecanduan dalam berinternet.
Sebanyak 31,4% remaja mengalami kecanduan. Lantas, mengapa hal tersebut bisa terjadi? Remaja lebih rentan terpapar hal tersebut karena mereka punya rasa ingin tahu yang tinggi.
Selain itu, bagian otak yang berfungsi untuk mengendalikan perilaku juga masih dalam proses perkembangan.
Jenis-Jenis Gangguan Kesehatan Mental karena Kecanduan Internet
International Classification of Desease (ICD) edisi ke-11 yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehetan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kecanduan gim sebagai gangguan kesehatan jiwa, yang termasuk sebagai gangguan permainan (gaming disorder).
Beberapa gangguan kesehatan mental yang akan dialami oleh pecandu internet di antaranya OCD (Obsessive-Compulsive Disorder), yaitu gangguan mental yang menyebabkan penderitanya menganggap orang lain lebih ceroboh, bodoh, serta tidak berperilaku seperti yang seharusnya.
Gangguan lainnya adalah yang mirip dengan Munchausen Syndrome. Ini adalah gangguan jiwa yang menyebabkan penderitanya melakukan kebohongan dengan pura-pura sakit di media sosial hanya untuk menarik simpati atau perhatian orang banyak.
Ada pula Internet Asperger Syndrome, yang penderitanya biasanya adalah orang yang pendiam di dunia nyata, tapi menjadi pribadi yang kasar dan cenderung suka mencaci maki di media sosial. Hal ini terjadi karena si penderita merasa aman 'menyerang' orang lain dari jarak jauh.
Berikutnya ada Online Intermittent Explosive Disorder. Ini merupakan gangguan kejiwaan yang membuat seseorang menjadi mudah sekali meledakan emosinya karena hal-hal sepele.
Selanjutnya adalah Low Forum Frustration Tolerance. Gangguan kejiwaan ini yang paling banyak dirasakan oleh banyak pengguna internet, yaitu membuat si penderita haus validasi dari orang lain.
Penderita dari penyakit mental ini biasanya merasa ia telah mengunggah hal yang dirasanya paling bagus. Sehingga ia cenderung akan mengecek unggahan tersebut secara berkala untuk melihat perkembangan dari jumlah like dan comment Mereka yang mengalami kecanduan ini tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak membuka internet.
Mereka memprioritaskan permainan di internet dibandingkan melakukan prioritasnya. Intensitas penggunaan juga semakin meningkat dan berkelanjutan meskipun ada dampak negatif yang sudah dirasakan. Perilaku berpola tersebut menyebabkan gangguan yang bermakna pada fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, dan area penting lainnya.
Editor : Johan Utoyo
Artikel Terkait