NATUNA, iNewsBatam.id - Sebanyak 61 anak di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau telah mengalami kekerasan seksual. Ironisnya, sebagian korban mengalami kekerasan tersebut dari pelaku LGBT.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Natuna, Sri Riawati mengatakan, pola asuh dari orangtua sangat penting dan menjadi kunci dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak di Natuna.
Menurutnya, pendidikan yang tepat dan edukasi nilai agama sejak dini menjadi hal penting dalam menjaga keselamatan anak.
"Pola asuh orangtua terhadap anak harus diperhatikan. Tanamkan agama sebagai pembatas buat anak dan jangan terlalu cepat diberi handphone ke anak," ujar Sri Riawati, Selasa (11/06/2024).
Sri menuturkan, Dinas P3AP2KB terus melakukan sosialisasi dan penjangkauan hingga ke desa/kelurahan setiap tahun untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual.
Selain itu, pihaknya juga sudah membentuk tim satgas bebas kekerasan terhadap perempuan dan anak di setiap desa/kelurahan.
"Satgas itu terdiri dari kades, babinsa, bhabinkamtibmas, hingga perangkat desa. Satgas ini ada sampai ke semua desa dan sudah dibentuk sejak 2018," katanya.
Meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak, Sri menjelaskan adanya keberanian para korban dan orang terdekat untuk melaporkan kasus itu ke tim satgas. Sehingga kasus lama semakin terungkap dan terus meningkat saat ini.
"Kasus itu bukan terjadi saat ini tapi terjadi beberapa tahun lalu. Dan itu ada efeknya terhadap soalisasi itu karena setiap sosialisasi, kami sampaikan juga kalau ada kekerasan terhadap perempuan dan anak maka laporkan," imbuhnya.
Menurut Data Dinas P3AP2KB, ada 61 anak di Natuna yang mendapatkan kekerasan seksual sejak 2022. Sedangkan angka yang paling tinggi terjadi di 2024 ini.
Tahun 2022 terjadi pelecehan seksual terhadap 6 orang anak, pencabulan 4 orang anak, dan persetubuhan 9 orang anak. Sedangkan di tahun 2023 terjadi pencabulan terhadap 4 orang anak dan persetubuhan 9 orang anak.
Sementara hingga pertengahan tahun 2024 terjadi pencabulan terhadap 5 orang anak, persetubuhan 5 anak, dan LGBT 19 orang anak.
Sri Riawati menjelaskan, pihaknya terus memberikan pendampingan atau pendekatan secara psikologis kepada para korban. Tujuannya agar para korban tidak menjadi pelaku di kemudian hari.
"Kami melakukan pendekatan secara psikologis, agama, dan pemulihan psikis terhadap korban minimal tiga kali," ungkapnya.
Editor : Gusti Yennosa
Artikel Terkait