Warga juga mengungkapkan bahwa PT MGL terkesan menolak pembangunan masjid di Central Hills, meskipun seharusnya pemilik lahan memiliki kewajiban yang sama dengan pengembang.
Selain itu, dalam proyek-proyek sebelumnya, warga mencatat tidak ada fasilitas masjid atau musala yang memadai, dengan banyak fasum yang dialihkan untuk kepentingan komersial.
“Seharusnya pemilik lahan, pengembang, dan pemerintah sudah memikirkan kebutuhan tempat ibadah sejak awal, bukan malah mengalihkan fasum untuk kepentingan komersial seperti tempat kuliner,” tegas Harianto.
Warga juga mempertanyakan peran Badan Pengusahaan (BP) Batam dalam mengawasi rencana tata ruang kawasan tersebut. Mereka berharap BP Batam memastikan bahwa lokasi untuk tempat ibadah telah dialokasikan sebelum mengeluarkan izin pembangunan perumahan.
Harianto berharap bahwa di bawah kepemimpinan Amsakar-Li Claudia, masalah ini dapat segera diselesaikan.
Selain masalah pembangunan masjid, warga juga mengeluhkan mangkraknya pengembangan tahap kedua perumahan yang sudah terbengkalai sejak 2021, menambah daftar panjang masalah yang dihadapi warga Central Hills.
Jika masalah hibah lahan fasum untuk masjid tidak segera diselesaikan, Harianto menyatakan bahwa warga akan membawa masalah ini ke DPRD Batam dan menyurati Kementerian terkait untuk mencari solusi.
“Kami sudah menunggu lebih dari tiga minggu sejak rapat terakhir dengan Perkimtan, namun belum ada jawaban. Jika tidak ada kejelasan, kami akan melibatkan DPRD Batam agar masalah ini segera diselesaikan,” tegasnya.
Editor : S. Widodo
Artikel Terkait