KARIMUN, iNews.id - Iskandar Tanjung, seorang jurnalis di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, menolak dipanggil sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Camat Karimun yang saat ini tengah ditangani oleh Satreskrim Polres Karimun.
Tanjung menyatakan bahwa pemanggilan dirinya berawal dari upaya konfirmasi yang ia lakukan kepada Camat Karimun melalui pesan WhatsApp, terkait isu gratifikasi yang berkembang di masyarakat.
"Dalam pesan itu saya hanya menjalankan tugas jurnalistik, mengonfirmasi isu yang beredar. Itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," ujar Tanjung saat berada di Polres Karimun, Rabu (23/4/2025) sore.
Ia menilai, pemanggilannya berkaitan dengan pengembangan kasus dugaan pemerasan yang melibatkan dua tersangka berinisial FE dan HE.
Namun Tanjung justru menekankan agar penyidik juga menelusuri dugaan gratifikasi berdasarkan temuan BPK terkait anggaran kecamatan sebesar Rp 11 miliar.
"Penyidik seharusnya tidak hanya berfokus pada dugaan pemerasan, tapi juga menyelidiki potensi gratifikasi," tegasnya.
Tanjung menyayangkan upaya pemanggilan tersebut dan menyatakan akan melaporkan Camat Karimun ke Polda Kepri karena dinilai menghalangi tugas jurnalistik dan membungkam kebebasan pers.
Kuasa hukum Tanjung, Ronal Barimbing, menilai pemanggilan itu cacat prosedur. Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 Nomor 6 KUHAP, kliennya tidak bisa serta-merta dijadikan saksi.
“Kami meminta agar Propam dan Irwasda Polda Kepri turun tangan mengevaluasi kinerja penyidik Satreskrim Polres Karimun. Jurnalis tidak boleh dijadikan korban dalam proses hukum yang keliru,” tegas Ronal.
Ia juga menyarankan agar penyidik lebih memahami hukum acara pidana sebelum mengambil langkah hukum terhadap insan pers.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Karimun, AKP Alfin Dwi Wahyudi Nuntung, memilih tidak memberikan komentar terkait polemik ini.
"Saya harus lapor ke Kapolres dulu," ujarnya singkat.
Editor : S. Widodo
Artikel Terkait