get app
inews
Aa Read Next : Maruarar Sirait Tinggalkan PDI Perjuangan, Ganjar: Anaknya Sudah Ikut Pakai Baju Paslon Lain

Sikap Jokowi Bisa Picu Disintegrasi Bangsa

Rabu, 24 Januari 2024 | 16:37 WIB
header img
Sikap keberpihakan dan akan mendukung Presiden Jokowi kepada salah satu Paslon Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dengan ikut kampanye akan memicu keterpecah belahan (disintegrasi) elemen-elemen bangsa.Foto/Raka Dwi Novianto

JAKARTA, iNewsBatam.id - Sikap keberpihakan dan akan mendukung Presiden Jokowi kepada salah satu Paslon Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dengan ikut kampanye akan memicu keterpecah belahan (disintegrasi) elemen-elemen bangsa.

"Kita melihat ini dalam dua perspektif. Pertama dari aspek hukum formil nya, yang kedua dilihat dari sisi politik hukum nya. Kalau dari sisi hukum formil, memang sudah jelas dalam UU Pemilu Presiden itu boleh kampanye," ujar pakar hukum Universitas Brawijaya (Unbraw), Aan Eko Widiarto menilai s, Rabu (24/1/2024) kepada awak media.

Ia menyebutkan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 telah diatur dalam Pasal 281 itu bahwa apabila Presiden kampanye maka harus cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.

"Walaupun juga agak mustahil ya kalau Presiden cuti terus bagaimana kita kan kepala negara dan kepala pemerintahan jadi satu. Jadi minimal sebenarnya tidak menggunakan fasilitas negara. Ini dari prespektif aspek hukum formil," jelasnya.

Namun apabila melihat dari aspek kedua yakni dari sisi politik hukumnya akan muncul sebuah problem.

"Problem nya apa? Pak Jokowi ini di periode kedua bukan periode pertama. Kalau periode pertama mau ke periode kedua sangat wajar, kalau mencalonkan lagi sebagai incumbent untuk menjadi Calon Presiden periode kedua maka ya harus kampanye karena yang bersangkutan sebagai calon itu wajar sekali. Dan sepertinya hukum formil tadi itu yang merunut pada ini memperbolehkan nya," paparnya.

Namun ketika masuk ke periode kedua dan itu adalah masa periode terakhir menurut konsitusi, maka seharusnya secara politik hukum dan etika hukumnya seorang Presiden harus netral seharusnya.

"Kenapa? Karena kalau tidak netral, ini akan terjadi keterbelahan bangsa. Presiden harus bisa menjadi integrator ya yang mempererat semua elemen dari tiga calon itukan semua anak-anak bangsa yang berkompetisi dari tiga pasangan," terang Eko Widiarto.

Sehingga apabila kemudian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) berat sebelah terhadap salah satu pasangan calon Capres-Cawapres, maka apa yang akan terjadi adalah politik pembelahan.

"Masyarakat akan terbelah. Tidak terjadi integrasi yang kemudian siapapun yang jadi itu yang didukung oleh Presiden," kata dia.

Eko Widiarto melihat apabila sudah lolos sebagai Calon Presiden maupun Calon Wakil Presiden seharusnya semuanya sudah memenuhi syarat sebagai negarawan, sebagai masyarakat atau sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang loyal.

"Tidak mungkin dia separatis, atau kelompok yang nanti malah membawa NKRI menuju kepada radikalisme dan sebagainya seharusnya karena sudah lolos seleksi semua di KPU. Sehingga posisi Presiden seharusnya sudah ya menunggu saja gitu, ya harus netral, bisa menjadi bapak bangsa begitu. Ini kalau di periode kedua," urai Eko Widiarto.

Oleh karena itu ia cenderung melihat lebih bijaksana bagi Presiden Jokowi seharusnya bisa netral, tidak kemudian memihak kepada salah satu. Yang pada intinya kata Eko, Presiden memberikan seluas-luasnya kesempatan, dan juga yang penting tidak menggunakan alat negara.

"Kalau sampai Presiden kampanye itukan persoalannya Presiden akan membuat instruksi akhirnya kepada alat negara untuk bergerak, baik itu yang TNI, baik itu yang Polri, baik itu yang Kementerian, baik itu yang lembaga non struktural, kalau Presiden menyampaikan kata-kata, berarti itukan sebuah instruksi bagi aparatur negara. Nah inilah yang menjadi problem, ini yang jadi problem dan tidak bisa meninggalkan. Seharusnya ini tidak terjadi," tuturnya.

Eko melihat apabila Jokowi memaksakan diri untuk tetap berpihak kepada salah satu pasangan calon dan melakukan kampanye maka akan timbul masalah serius dalam situasi kebangsaan.

"Minimal menurut saya, ya harus betul-betul memenuhi ketentuan UU tadi, tidak boleh Presiden menggunakan fasilitas negara, yang di Pasal 281 tadi itukan. Dan yang kedua kalau cuti bagaimana? Agak sulit Presiden cuti dalam kondisi seperti ini. Maka dari itu minimal tidak menggunakan fasilitas negara kalau mau," lanjutnya.

Akademisi Universitas Brawijaya Malang Jawa Timur tersebut langkah dan sikap Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024 akan menjadi titik nadir dan dicatat oleh seluruh mata warga maupun dunia internasional.

"Seharusnya kalau sekarang jangan melakukan kampanye karena posisi Presiden sudah di akhir masa jabatan. Kampanye itu harusnya hanya untuk dirinya, bukan untuk yang lain, karena kalau untuk yang lain maka timbul problem keberpihakan dan nanti terjadi keterpecah belahan  elemen-elemen bangsa," pungkasnya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa seorang Kepala Negara boleh berkampanye ataupun memihak untuk memberikan dukungan politik.

Hal tersebut menanggapi perihal adanya menteri kabinet yang tidak ada hubungannya dengan politik tapi ikut serta menjadi tim sukses pasangan capres-cawapres.

"Ya ini kan hak demokrasi, hak politik setiap orang setiap menteri sama saja. Yang paling penting Presiden itu boleh loh itu kampanye, presiden itu boleh loh memihak, boleh," kata Jokowi saat memberikan keterangan kepada awak media di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

Jokowi mengatakan bahwa meskipun kepala negara ataupun menteri bukan pejabat politik, namun sebagai pejabat negara memiliki hak untuk berpolitik. "Boleh pak, kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik masa gini ga boleh, berpolitik gak boleh, boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.

Jokowi menegaskan bahwa yang terpenting menteri ataupun kepala negara bisa berkampanye tanpa menggunakan fasilitas dari negera. "Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," kata Jokowi.

Menurut Jokowi, sudah aturan mengenai keikutsertaan menteri ataupun pejabat negara dalam berpolitik. "Itu saja yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara itu aja," pungkas Jokowi. 

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Berita iNews Batam di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut