Keadaan Kedua: Sakit yang menyusahkan apabila ia berpuasa tapi tidak membahayakan, maka dimakruhkan baginya berpuasa, dan apabila ia tetap berpuasa maka puasanya sah.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah mencintai keringanan-keringanan dari-Nya diambil, sebagaimana Allah membenci kemaksiatan kepada-Nya dilakukan.” [HR. Ahmad dan Ibnu Hibban dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 1886]
Al-Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
وَاتَّفَقُوا على أَن الْمَرِيض إذا تحامل على نَفسه فصَام أَنه يُجزئهُ
وَاتَّفَقُوا على أَن من آذاه الْمَرَض وَضعف عَن الصَّوْم فَلهُ أَن يفْطر
“Para ulama sepakat bahwa orang sakit yang memberatkan dirinya apabila ia berpuasa maka puasanya sah, dan mereka juga sepakat bahwa orang yang menderita karena suatu penyakit dan merasa lemah untuk berpuasa maka boleh baginya berbuka.” [Maraatibul Ijma’, hal. 40 dan Ash-Shiyaamu fil Islam, hal. 120]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta