SOLUSI MENJAGA KEDAULATAN NEGARA INDONESIA
Konflik Laut China Selatan hingga kini masih terus terjadi. Nelayan Natuna masih menemui kapal coast guard Vietnam dan China yang masuk ke wilayah perairan Indonesia.
Bahkan kapal-kapal tersebut seolah-olah sengaja mendekati para nelayan Natuna. Di samping itu, mereka juga mengawal KIA untuk mencuri ikan di Laut Natuna Utara.
Tokoh Maritim atau yang kini menjabat sebagai Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (30/05/2024) mengatakan, keberadaan nelayan setiap waktu di laut akan menjadi pagar dan penjaga kedaulatan negara. Sehingga untuk menjaga laut Natuna yang luas, maka dibutuhkan kapal-kapal dan nelayan yang aktif berada di laut sepanjang waktu.
Natuna yang terdiri dari 99 persen laut, sangat rentan terhadap pencurian ikan dan eksploitasi sumber kekayaan laut lainnya oleh negara tetangga. Dia menyarankan pemerintah pusat agar memberi gaji nelayan Natuna untuk memenuhi Laut Natuna Utara.
"Nelayan luar seperti Vietnam, mereka diberi gaji agar terus berada di laut sehingga mereka tidak terlalu terpengaruh dengan hasil tangkapan. Pemerintah Indonesia perlu juga mengikuti hal tersebut agar laut kita tidak kosong," ujar Rodhial Huda.
Rodhial melanjutkan, sebagai masyarakat yang tinggal di perbatasan dan dihimpit oleh sejumlah negara, tentu akan banyak persoalan terutama bagi para nelayan Natuna yang selalu bersinggungan dengan nelayan asing saat menangkap ikan. Menurutnya, bagi orang laut, pemilik laut adalah pemilik kapal.
"Indonesia sebagai daerah kepulauan harus memenuhi lautnya dengan kapal-kapal, nelayan harus membanjiri laut demi kedaulatan dan hak berdaulat," katanya.
Menurutnya, dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat di laut dan perbatasan, maka diperlukan pelatihan dan sosialisasi kepada nelayan tentang hukum laut serta batas-batas wilayah di laut. Fungsinya untuk menjaga dan memperkuat kedaulatan di Laut Natuna Utara.
Sementara Dosen Fakultas Hukum Internasional Universitas Indonesia, Prof. DR. Hikmahanto Juwana mengatakan, di laut Indonesia memiliki dua kawasan yakni wilayah kedaulatan dan hak berdaulat. Wilayah kedaulatan dikenal dengan laut teritorial, sedangkan wilayah hak berdaulat dikenal dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
"Ini yang perlu diketahui terlebih dahulu. Wilayah teritori kita hanya sejauh 12 mil dari bibir pantai, sementara ZEE Indonesia sejauh 200 mil. Batasan ini diatur pada ketentuan UNCLOS 1982 dan berdasarkan landas kontinental," katanya.
Dia menuturkan, negara memiliki kekuasaan penuh atas wilayah teritorial. Di wilayah tersebut, negara dapat membuat dan menerapkan peraturan dan kapal-kapal asing tidak boleh melintas maupun beraktifitas kecuali atas izin dari negara.
Sementara di ZEE Indonesia, negara hanya berwenang memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya melalui proses eksplorasi dan eksploitasi. Wilayah itu dikenal dengan laut lepas dan jalur pelayaran damai sehingga siapa saja boleh berlayar di sana.
Namun apabila ada pihak asing yang mau mengambil sumberdaya alam dari ZEE Indonesia, maka harus memiliki izin dari negara. Tapi negara memiliki sejumlah persoalan di wilayah Laut Natuna Utara diantaranya berupa overlapping claims dengan negara tetangga, ancaman tindak pidana illegal fishing, Nine Dash Line China dan beberapa persoalan lainnya.
Menghadapi persoalan-persoalan tersebut, negara tidak hanya cukup menjalankan pendekatan militer, tapi juga harus mengedepankan diplomasi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang dapat ditempuh dengan cara meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengeksploitasi sumberdaya kelautan.
Hikmahanto menawarkan empat solusi kepada pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan di Laut Natuna Utara. Solusi itu meliputi subsidi nelayan dan mengizinkan kapal besar menangkap ikan di perairan Natuna, Bakamla harus menjaga nelayan, Bakamla harus terus melakukan pengawasan dan patroli di ZEE Indonesia dan Pemerintah harus tetap pada kebijakan tidak mengakui Nine Dash Line China.
Editor : Gusti Yennosa