Poin kedua berkaitan dengan potensi kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam proses lelang. Riyan mengungkapkan, pada tender Februari 2024, PT Persero Batam menawarkan harga Rp3,34 miliar, sementara PT Pos Indonesia menawarkan Rp3,46 miliar.
Meskipun terdapat selisih sekitar Rp115 juta, PT Pos Indonesia tetap memenangkan tender. Hal serupa terjadi pada tender November 2024, dengan selisih harga yang jauh lebih besar.
"Tender dimenangkan PT Pos Indonesia meskipun menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan PT Persero Batam. Ini menimbulkan kecurigaan adanya potensi KKN," ujarnya.
Selain itu, Riyan mempertanyakan perbedaan metode perhitungan dalam proses tender. PT Persero Batam menggunakan hitungan volume dalam meter kubik (m3), sesuai ketentuan dalam surat edaran tender, sementara PT Pos Indonesia menggunakan kilogram (Kg).
"Dari mana PT Pos mendapat data kilogram jika tidak ada komunikasi sepihak dengan penyelenggara?" tanyanya.
Editor : Gusti Yennosa
Artikel Terkait