Setelah laporan diterima, keluarga korban telah menerima empat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Namun, jarak antara SP2HP ketiga dan keempat mencapai sekitar lima bulan.
"Pada bulan Mei, kami mendapat informasi bahwa telah dilakukan gelar perkara di Polresta Barelang dan kasus naik ke tahap penyidikan. Namun, pada bulan Agustus, anak kami diminta menjalani visum kedua di RS Otorita Batam, dengan hasil yang menunjukkan adanya bekas luka," tambahnya.
Setelah hasil visum kedua keluar, pihak kepolisian meminta orangtua korban melakukan tes psikologi, sementara keluarga terduga pelaku tidak diminta menjalani tes serupa.
"Kami telah memenuhi semua permintaan pihak kepolisian, tetapi setiap kali kami menanyakan perkembangan kasus, tidak ada kemajuan yang jelas. Akhirnya, pada Desember 2024, kami melaporkan pihak yang menangani kasus ini ke Propam Polda Kepri," ujarnya.
Tak lama setelah laporan ke Propam Polda Kepri dibuat, keluarga korban mendapat informasi bahwa kasus tersebut naik ke tahap penyidikan.
Ia juga menyoroti bahwa dalam pemeriksaan, pihak kepolisian lebih mengutamakan keterangan terduga pelaku dibandingkan korban.
"Pihak kepolisian lebih condong menerima keterangan terduga pelaku daripada keterangan anak kami, karena pelaku masih membantah dan memiliki saksi," imbuhnya.
Editor : S. Widodo
Artikel Terkait