Dalam pertemuan itu, terdakwa Rahmadi menanyakan kepada Fadillah mengenai besaran upah yang akan diberikan kepada saksi Hendriawan (DPO) sebagai informan. Dalam pembicaraan itu, disepakati bahwa upahnya adalah Rp 20 juta per kilogram sabu.
Martua mengatakan, sekitar dua hari setelah pertemuan di One Spot Coffee, terdakwa Fadillah dan Wan Rahmat Kurniawan menghadap terdakwa Shigit untuk meminta petunjuk terkait yang akan diberikan kepada Hendriawan.
Menindaklanjuti hal itu, kemudian terdakwa Shigit Sarwo Edhi mengambil kertas menulis informasi 100 Kg. 90 Kg realese perkara (ungkap kasus), 10 Kg disisihkan untuk bayar Hendriawan (Sl).
"Uang yang akan digunakan untuk membayar Hendriawan berasal dari pengungkapan kasus. Dari total barang bukti 100 kg yang diamankan, 90 kg akan digunakan untuk rilis perkara (ungkap kasus), 10 kg disisihkan (dijual) untuk membayar Hendriawan (Sl) dan biaya operasional," ujarnya.
Rencana ini kemudian dilaporkan kepada terdakwa Satria Nanda, yang saat itu menjabat sebagai Kasat Resnarkoba Polresta Barelang. Awalnya, Satria menilai penyisihan barang bukti terlalu berisiko, tetapi kemudian menyetujui eksekusi dengan strategi tertentu.
Atas perbuatannya, lanjut Martua, Satria Nanda bersama anggotanya diduga telah melakukan permufakatan jahat dalam peredaran narkotika.
"Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Para terdakwa pun terancam pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun," katanya.
Editor : S. Widodo
Artikel Terkait